MAGETAN, tentang kerinduanku kepada tanah kelahiran dan kenikmatan kuliner..
Pagi itu aku dibangunkan oleh suara adzan yang memecah
keheningan Pagi, dihiasi dengan suara angin yang menyusup masuk ke kamarku yang
berada di lantai 2 rumah Ibuku. Mataku terbuka separo, udara dingin yang begitu
menusuk seakan memaksaku untuk menarik selimutku dan memeluk gulingku lebih
erat. Namun panggilan solat semakin kencang menusuk telingaku, akupun
mengalahkan setan” pengganggu dan membuka lebar-lebar mataku untuk selanjutnya
aku berjalan mengambil air wudhu. Kubasuh telapak tanganku dengan air wudhu,
kurasakan dingin nya air wudhu itu sampai menusuk tulang, dingin sekali..
kulanjutkan membasuh muka hingga kedua kaki ku. Aku kembali ke kamar dan kupakai mukena hitam
kesayanganku, suasana masih sepi hanya terdengar suara angin dan sesekali
dihiasi suara ayam berkokok yang bersahutan membangunkan para manusia” yang tak
terbangun oleh suara adzan.
Udara yang dingin sama sekali tidak menghalangi niatku untuk
menghabiskan pagi dengan jogging di sekitar desaku, desa kecintaan yang selalu
membuatku rindu ingin pulang. Kupakai sepatu Nike Run kesayanganku dan kupasang
hand free di telingaku. Mulai kuayunkan kakiku menyusuri jalanan aspal di depan
rumahku, dingin, dingin sekali. Namun aku tak menyerah, semakin kupercepat
langkah lariku menyusuri jalanan desaku yang suasana nya masih sama seperti
terakhir kali aku meninggalkan tempat ini.
Dikejauhan kulihat segerombolan orang-orang yang ternyata
segerombolan anak-anak yang sedang bejlanan-jalan menikmati Minggu pagi, oh aku
baru ingat hari itu hari minggu.. aku melintas di sampingnya dan mereka
menyapaku, “..Mbak Lilla..” dengan suara mungil dan lantang mereka. Mereka masih mengingatku
meskipun suasana masih remang-remang karena matahari masih malu-malu
menampakkan sinarnya. Aku membalas sapaan mereka sembari melanjutkan langkah
lariku menyusuri jalanan aspal yang dikanan kirinya dipenuhi pematang sawah
dengan padi menguning yang sangat Indah. Subhanallah.. pancaran sinar Matahari
terbit mulai terlihat ketika kakiku mulai lelah berlari melewati tanjakan di
dekat pintu gerbang masuk ke desaku.
Sinar matahari perlahan-lahan menembus ranting” pohon
disekitar pematang sawah, menyinari suara gemericik air mengalir dari sungai
dengan air bening yang sangat segar, ahh..ingin sekali aku meminumnya. Kakiku
kembali kuayunkan, pagi datang, kulihat lalu lalang orang-orang desaku sudah
mulai ramai, mereka berangkat ke sawah, ke pasar dan ada juga yang hanya
berjalan-jalan disepanjang jalan menikmati minggu pagi yang indah. Aku
berpapasan dengan banyak sekali orang yang rasanya sudah berbulan-bulan tak
pernah kutemui, berpapasan dengan senyum ramah warga desa yang menyapaku dengan
gembira, mereka memanggil namaku dan mengajak berbincang singkat bertanya
kabar. Sapaan tulus penuh dengan perhatian dari orang-orang desa yang sangat
jarang kutemui di perantauanku..
Aku sampai di depan rumah, rumah Ibuku yang saat ini
ditinggali nya dengan adik ku dan ayah tiriku yang baik hati itu. Ayahku sudah
bersiap” untuk mengurusi ayam”nya di kandang, Ibuku baru selesai mencuci piring
dan dia naik ke lantai 1 rumah kami dengan membawa tumpukan rantang, Iya, rumah
kami bertingkat 3.. Satu tingkat berada di bawah tanah, satu tingkat berada
sejajar dengan jalan, dan satu tingkat dilantai atas.. Ibuku memanggilku dan
menawariku untuk sarapan dengan Tepo Bubur (Tepo adalah sebutan untuk Lontong)
Tepo Bubur adalah bubur dicampur dengan lontong dan dilengkapi dengan sayuran
serta sambal kacang dan Lodeh. Ibu mengajakku membeli Tepo Bubur di pedagang
langganan kami, Mbah Rus namanya. Mbah Rus sudah berdagang Tepo Bubur sejak
puluhan tahun yang lalu, dan sampai saat ini beliau masih konsisten dengan
berdagang Tepo Bubur khas Desaku. Kami berjalan menuju Warung Mbah Rus, disana
sudah banyak yang mengantre membeli Tepo Bubur, satu piring tepo bubur porsi
sedang dihargai Rp 1500, harga yang sangat murah bukan?? Menu pendampingnya
adalah Bakpiah (bakwan/ote”), Tempe Gembuk
Goreng (Tempe menjes atau tempe berbahan dasar dari ampas tahu yang
digoreng dengan tepung) dan Lentho (ketela pohon yang dipasrah lalu dicampur
bumbu dan di goreng). Semuanya lezat, murah dan sehat. Setelah giliran kami
selesai, kami pulang dengam membawa rantang berisi Tepo Tahu. Sampai dirumah
Adikku ternyata belum bangun, kubangunkan adik semata wayangku dan kami pun
sarapan bersama minus ayahku yang masih mengurus ayam di kandang.
Menjelang siang, ibuku sibuk dengan cucian adikku kembali
tidur dan aku malas mandi. Akhirnya aku kembali ke kamarku dan membuka MacBook ku,
kucoba koneksi internet dengan modemku dan ternyata tidak ada
tanda-tanda sinyal internet yang bisa terkoneksi dengan modemku mungkin karena
provider modem ku yang tidak support untuk kupakai di sini. Akupun pergi keluar
kamarku yang berada di lantai 2, kubuka
pintu balkoni dan aku masih merasakan suasana yang sama seperti minggu pagi di
tahun-tahun sebelumnya, hening, sepi, dingin hanya ada suara anak-anak yang
sedang bermain berlari-larian, hanya saja tidak sebanyak dulu.. kabarnya
anak-anak desaku pun sudah lebih senang bermain gadget mereka daripada harus
menghabiskan minggu pagi dengan bermain petak umpet seperti saat aku kecil dulu,
kamarku menghadap langsung ke jalan, dan juga pemandangan kampungku di sebelah
selatan dan utara. Dari balkoni kamarku jelas bisa kulihat pematang sawah yang
tadi pagi kulewati saat aku jogging lalu Warung Mbah rus yang masih ramai juga
bisa kulihat jelas dari balkoni kamarku. Kamarku masih seperti dulu, separo
dindingnya terbuat dari triplek berwarna Biru laut kesukaanku dulu.
Oh ya.. Aku belum bercerita secara detail dimana Desaku
berada..
Desaku bernama Sidorejo, dan rumahku tepatnya berada di
Dukuh Kopek. Rt. 19 Rw 04 Dukuh Kopek, Desa Sidorejo, Kecamatan Plaosan,
Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Desaku berada di kaki Gunung Lawu dengan suasana
alam khas pegunungan yang masih sangat terjaga.
Ada seseorang memanngil namaku dari bawah, oh rupanya itu
Pamanku dan anaknya yang memanggilku
untuk mengajakku berkunjung ke rumah nenek yang tak jauh dari rumahku. Nenek
dan kakek ku sudah meninggal dunia, namun kesan tentang mereka sangat melekat
di ingatanku. Aku ingat sekali, dulu rumah keduaku adalah rumah kakek nenek,
setiap pulang sekolah aku selalu menyempatkan diri untuk berkunjung, meskipun
hanya satu atau dua jam, aku tidak pernah lupa untuk berkunjung ke rumah masa
kecilku itu. Sampai SMA pun aku setiap pulang sekolah selalu kusempatkan menengok
kakek nenekku dan meminta makan disana, Aku ingat sekali nenek selalu memasak
kan ku Botok Tempe dan tempe goreng tepung beserta sayur bening kesukaanku,
ditambah dengan sambal terasi khas buatan nenek yang selalu membuatku rindu.
Ahh aku merindukan mereka..
Aku berjalan kaki menuju rumah nenek yang hanya berjarak
sekitar 10 menit dari rumahku, jalanan itu adalah jalanan yang sama yang selalu
kulewati saat aku masih kecil, 15 tahun yang lalu mungkin. Jalanan menanjak
yang dikanan kirinya dipenuhi dengan rumah penduduk yang jika mereka sedang di
depan rumah selalu menyapa setiap pejalan kaki yang lewat, suasana yang selalu
kurindukan jika aku kembali ke perantauan..
Aku menghabiskan beberapa jam dirumah nenek, aku memetik
Jeruk Bali di halaman belakang rumah nenek, kuminta pamanku untuk memetikkan kelapa
muda yang tumbuh di halaman timur rumah nenek, dulu sangat banyak kelapa
disana, setelah beberapa tahun kelapa” itu sekarang ternyata sudah hanya
tinggal beberapa pohon saja. Dulu Kakek dan nenek ku hoby memelihara hewan,
mulai dari ayam, bebek, ikan, tidak heran jika rumah mereka dipenuhi dengan
kolam-kolam ikan,, ada 4 kolam ikanyang ada di rumah mereka, namun setelah
mereka meninggal, saat ini kolam-kolam itu sudah tidak ada yang mengurus,
kasian sekali.
Hari sudah siang rupanya, aku ditelfon Ibuku dan diminta
untuk pulang. Ternyata Ibu mengajakku untuk pergi ke pasar, berbelanja logistic
untuk kubawa kembali ke perantauan.. Hihihi.. Aku memang selalu begitu, setiap
akan kembali ke perantauan, Ibu selalu membekaliku dengan Bawang Merah, Bawang
Putih, Kentang, Gula, Krupuk, Mie Instan, sambal, dan makanan-makanan ringan
kesukaanku. Kami berangkat saat hari sudah siang, namun di Magetan meskipun siang
tidak terlalu panas, cuaca nya masih cenderung dingin. Kami menuju pasar
tradisional di Magetan, namanya Pasar Sayur Magetan, aku benar-benar merasakan
sedang berada di Magetan ketika masuk ke pasar ini. Yang aku ingat, dulu Ibu
dan nenek sering sekali mengajakku ke pasar, dan membelikanku ayam goreng Dodo
Menthok (dada ayam) kesukaanku, kami
membeli di penjual ayam goreng di pintu masuk pasar, disana banyak sekali ayam
goreng yang mereka jajakan, sampai-sampai aroma asin gurih ayam goreng tercium
sangat lezat.
Di perjalanan Pulang, aku ingin sekali makan Jenang Sumsum
(Googling pls, xoxo) Itu adalah bubur yang terbuat dari tepung beras yang
disiram dengan gula jawa yang telah di lelehkan. Lalu aku memutuskan untuk
membeli Jenang Sumsum di warung dekat Pasar Baru. Ibuku memang sengaja tidak
memasak makan siang hari ini, Ibu mengajakku untuk membeli Bakso saja, kata Ibu
ada bakso enak dan murah meriah di Candi, benar saja kami membeli bakso di
per4an Tandon Candi, bakso gerobak motor yang mangkal di Pertokoan Blok M
(ciaaa keren banget namanya ya..) , satu porsi sedang bakso itu dihargai hanya
Rp 5000 dan menurutku itu worth it bangett…
Sampai di Rumah, aku menikmati bubur yang kubeli tadi, bubur
sumsum dibungkus dengan daun pisang ditambah dengan kuah manis gula jawa, enak sekali.. hhmmm.. Adzan dzuhur berkumandang dengan sangat indah,
sudah siang ternyata, adik ku baru bangun dari tidur panjangnya, ayahku
ternyata juga baru kembali dari kandang. Kami pun menyatu di ruang tengah
sembari menikmati siaran televisi dan makan siang bakso yang kami beli tadi. Setelah
makan lalu kami solat dzuhur dan mataku terasa ingin tidur, namun aku tak mau
melewatkan hari minggu yang indah ini di kota kecil kesayanganku ini.
Tanpa pikir panjang, ku ajak adikku untuk membeli makanan
yang sedang nge’hits di Magetan, Pentol Corah.. Pentol corah adalah sejenis
cilok dengan saos khas yang sangat pedas, pedas sekali.. Dengan Rp 5000 kita
bisa menikmati 1 piring Pentol Corah, beli nya di samping SMA 1 Magetan, saat
itu ada beberapa muda mudi yang juga membeli makanan yang sama diwarung kecil
itu.
Kami pun kembali on the way pulang, sepanjang perjalanan aku
mengingat-ingat apa lagi yang bisa kunikmati di Megatan ini, karena aku adalah
salah satu penggila Wisata kuliner yang sll ingin mencoba makanan khas di
setiap daerah yang ku kunjungi. Anganku berhenti pada Es Kelapa muda Kalang,
yess.. Es Degan atau Es Kelapa muda yang satu ini sudah ada sejak
bertahun-tahun yang lalu, lokasinya yang berada di pematang sawah membuat
pembelinya betah berlama-lama disana sembari menikmati Es Kelapa Muda yang
dicampur dengan Tape Ketan Putih istimewa. Harganya hanya sekitar Rp 3000 untuk
satu gelas Es Kelapa Muda.
Waktu berjalan sangat lambat, saat kami kembali sampai di
rumah, jam di ruang tamu kami masih menunjukkan Pukul 14.25 WIB. Aku pun akhirnya memutuskan untuk tidur siang
karena nanti malam salah serorang teman mengajakku untuk City Light Tour, yupp
melihat lampu” kota dari atas Bukit Bintang, sebuah tempat diatas bukit yang
kami namai sendiri Bukit Bintang.
Setelah solat Magrib, tak lama kemudian temanku datang, ya dia
laki-laki, dia laki-laki tanpa ikatan darah yang paling dekat denganku,
meskipun dia meniti karir di Surabaya dan aku di Bali, namun kami selalu
berkomunikasi dan bercerita tentang banyak hal. Aku dibonceng dengan motor nya
menuju Bukit Bintang, tempat favorit kami berdua untuk ngobrol, lokasinya ada
di Jalan menuju Objek Wisata Sarangan dan akses
jalan pintas yang menghubungkan Jawa Timur dengan Jogjakarta, tepatnya
di atas Telaga Wahyu. Yupp..Dipinggir jalan pegunungan yang dingin dan ramai
lalu lintas orang menuju ke Jogja atau Sarangan.. Kami sering menghabiskan
beberapa jam disana, hanya kami berdua, menikmati lampu-lampu kota dari atas
bukit, bercerita banyak hal tentang hidup kami, tentang masalah kami, tentang
banyak hal dalah hidup kami dan masa depan. Dulu Bukit Bintang masih sangat
sepi, tidak ada warung-warung dipinggir jalan, namun saat ini sudah banyak
warung-warung kopi pinggir jalan yang menjajakan minuman serta gorengan khas
dengan sambal kecap. Kami memutuskan untuk berhenti di salah satu warung, aku
memesan segelas susu putih panas dan temanku memesan segelas kopi susu, serta
kami memesan 1 piring gorengan tahu dan tempe goreng lengkap dengan sambal
kecap dengan rasa khas pegunungan.
Suasana hening ditemani suara angin menemani obrolan seru
kami, kami membicarakan banyak hal
sembari menikmati cahaya lampu kota yg begitu manis, hingga tak terasa waktu menunjukkan pukul
21.00 WIB, waktunya pulang. Sebelum pulang kami singgah untuk makan malam di
halaman Pasar Plaosan, disana ada penjual nasi lalapan yang menjual bebek
goreng yg sangat enak dengan sambal yang sangat mantap. Kami pun akhirnya
mampir dan memutuskan untuk makan nasi lalapan lauk bebek goreng. Akhirnya Hari Minggu yang indah ditutup dengan
kenyang, temanku mengantarku pulang dan dia berpamitan karena besok pagi akan
kembali ke Surabaya. Aku kembali ke
kamarku dengan suasana hati yang bahagia, masih diberi kesempatan untuk
menikmati jengkal demi jengkal Kota kesayanganku serta menikmati kuliner khas
yang selalu membuatku rindu ingin kembali.
Bersambung,,
Bersambung,,
Komentar
Posting Komentar